-->

Kewajiban Berbahasa Indonesia pada Forum Internasional

        Akhir-akhir ini ada kecenderungan banyak instansi atau perguruan tinggi yang menyelenggarakan forum pertemuan internasional (seminar, konferensi, kongres, simposium, dll) dan bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa asing (Inggris). Sebut saja, misalnya, pertemuan dengan tajuk Multiculturalism and (Language and Art) Education: Unity and Harmony in Diversity di UNY (21--22 Oktober 2009), CONEST 6, di UAJ Jakarta (30 November--1 Desember 2009), The 2nd International Symposium on Urban Studies: Art, Culture, and History di UNAIR Surabaya (23 Januari 2010), dan lagi International Conference on Tradicional Culture di UNY pada 29 Mei lalu.
          Siapa pun memang dapat menggelar forum dengan label internasional selama forum itu melibatkan peserta dari berbagai negara. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa dalam forum yang diselenggarakan di Indonesia itu digunakan bahasa asing? Padahal, sebagian besar pesertanya adalah orang Indonesia dan peserta yang berasal dari luar negeri hanya beberapa gelintir saja. Tentu ini akan lebih pas jika digunakan bahasa Indonesia. Apalagi, pada umumnya, peserta luar negeri yang datang ke forum itu juga telah mampu berbahasa Indonesia.
          Tak dipungkiri memang forum pertemuan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa asing akan terdengar lebih elit dan bergengsi. Hal itu juga bisa membangun kesan bahwa kita tidak kalah bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Dan memang, agar kemajuan bangsa ini tak tertinggal oleh bangsa dan negara maju lainnya, kita perlu menguasai bahasa asing sebagai sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi, apakah semua itu hanya demi prestise, gengsi, dan dalam kerangka peningkatan daya saing semata? Sebab, di balik semua itu, bangsa ini sebenarnya masih dihadapkan pada problem mendasar berkait dengan karakter bangsa, nasionalisme, dan sejenisnya.
          Tanpa menghalangi upaya peningkatan daya saing bangsa, perlu kiranya kita kembali menakar diri mengingat masih banyak hal yang perlu ditata. Ada tanda-tanda bahwa bangsa ini cenderung tidak berkarakter Indonesia, rasa nasionalisme tak lagi melekat dengannya, dan bangsa ini juga mulai menjauh dari kebanggaan budaya dan bahasanya. Lihatlah betapa antusias kita menyambut produk asing, termasuk bahasa asing, sehingga kita lupa pada produk sendiri, termasuk bahasa sendiri, dan karenanya tak terlalu mengherankan jika pada tahun ini nilai UN Bahasa Indonesia lebih buruk ketimbang Bahasa Inggris.
          Karena itu, mulai saat ini bangsa kita perlu menggalakkan upaya pemupukan sikap dan kebanggaan masyarakat terhadap produk (nilai-nilai) budaya sendiri (lokal) dan bahasa sendiri (bahasa Indonesia dan Daerah). Perlu diingat, dalam kerangka itu semua, Presiden bersama DPR telah mengeluarkan UU No 24 Tahun 2009 yang mengatur Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dan UU itu telah berlaku sejak Juli 2009. Di dalam UU itu (pasal 26--39) diatur dengan sangat jelas kewajiban kita (bangsa Indonesia) untuk menggunakan bahasa Indonesia.
          Pada pasal 28, misalnya, dinyatakan “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.” Sebagai bentuk kepatuhan terhadap UU ini, Presiden pun telah membuktikannya, yaitu “berpidato dengan menggunakan bahasa Indonesia” ketika menghadiri pertemuan di Australia beberapa bulan lalu. Dan, perlu diketahui, ketika Presiden Amerika Barack Obama hendak berkunjung ke Indonesia, konon Presiden SBY telah berencana menyambutnya dengan pidato berbahasa Indonesia. Hanya sayang sekali kunjungan Obama batal.
          Sementara itu, pada pasal 32 ayat 1 dinyatakan dengan jelas bahwa “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia.” Hal itu berarti bahwa di dalam segala bentuk forum pertemuan, entah seminar, kongres, konferensi, atau simposium, entah bersifat lokal, regional, nasional, atau internasional, selama forum itu diselenggarakan di Indonesia, wajib digunakan bahasa Indonesia. Bahkan, seperti dinyatakan pada pasal 32 ayat 2 bahwa “Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum internasional di luar negeri”.
          Karena itu, tidaklah beralasan jika dalam berbagai forum pertemuan internasional di Indonesia yang merebak akhir-akhir ini digunakan bahasa asing (Inggris) sebagai bahasa pengantarnya. Bahkan, kalau ditinjau dari aspek kepatuhan terhadap hukum, hal itu boleh dikata telah melanggar hukum (undang-undang). Hanya saja, perlu diketahui, hal ini tidak berarti bahasa asing sama sekali tidak boleh digunakan dalam suatu forum tertentu yang resmi. Sebab, bahasa asing (atau daerah) tetap dapat digunakan dalam suatu forum asalkan forum itu bertujuan dan bersasaran khusus misalnya dalam bidang pengajaran atau pembelajaran. Untuk itu, diharapkan, pada forum-forum pertemuan internasional yang akan diselenggarakan di masa datang, hendaknya tetap digunakan bahasa kita sendiri, bahasa Indonesia.***

Berlangganan update artikel terbaru via email:

TULISAN TERPOPULER

CARI JUGA DI LABEL BAWAH INI

Antologi Cerpen (59) Antologi Esai (53) Penelitian/Kajian Sastra (43) Antologi Puisi (40) Cerita Anak (25) Penelitian/Kajian Bahasa (25) Sastra Jawa Modern (20) Sastra Indonesia-Jogja (14) Antologi Drama (13) Budi Darma (13) Ulasan Buku (13) Kritik Sastra (12) Proses Kreatif (12) Esai/Kritik Sastra (11) Pembelajaran Sastra (11) Kamus (10) Pedoman (10) Prosiding Seminar Ilmiah (9) Antologi Features (8) Cerita Rakyat (8) Mohammad Diponegoro (8) Jurnal (7) Membaca Sastra (7) Religiusitas Sastra (7) UU Bahasa (7) Artikel Jurnal Internasional (6) Antologi Artikel (5) Bahan Ajar (5) Kongres Bahasa (5) Nilai-Nilai Budaya (5) Bahasa/Sastra Daerah (4) R. Intojo (4) Seri Penyuluhan Bahasa (4) Sistem Kepengarangan (4) Telaah Dialogis Bakhtin (4) Ahmad Tohari (3) Antologi Biografi (3) Antologi Dongeng (3) Danarto (3) Ensiklopedia (3) Gus Tf Sakai (3) Konsep Nrimo dan Pasrah (3) Korrie Layun Rampan (3) Pascakolonial (3) Penghargaan Sastra (3) AA Navis (2) Antologi Macapat (2) Artikel Jurnal (2) Dinamika Sastra (2) Festival Kesenian (FKY) (2) Film/Televisi Indonesia (2) Glosarium (2) Kuntowijoyo (2) Majalah Remaja (2) Novel Polifonik (2) Pemasyarakatan Sastra (2) Sastra Jawa Pra-Merdeka (2) Seno Gumira Adjidarma (2) Telaah Intertekstual (2) Umar Kayam (2) Abstrak Penelitian (1) Arttikel Jurnal (1) BIPA (1) Bahan Ajar BIPA (1) Budaya Literasi (1) Cermin Sastra (1) Ejaan Bahasa Jawa (1) Etika Jawa (1) FBMM (1) Gerson Poyk (1) Herry Lamongan (1) Iblis (1) Iwan Simatupang (1) Jajak MD (1) Jaring Komunikasi Sastra (1) Kaidah Estetika Sastra (1) Karier Tirto Suwondo (1) Karya Tonggak (1) Kebijakan (1) Motinggo Busye (1) Muhammad Ali (1) Muryalelana (1) Novel (1) Olenka; Budi Darma; Bakhtin (1) Posisi Teks Sastra (1) Puisi Tegalan (1) Putu Wijaya (1) Salah Asuhan (1) Sastra Balai Pustaka (1) Sastra Non-Balai Pustaka (1) Sastra dan Ekonomi Kreatif (1) Sastra dan Imajinasi (1) Sastra dan ORBA (1) Sastra dlm Gadjah Mada (1) Sejarah Sastra (1) Studi Ilmiah Sastra (1) Studi Sastra (1) Syamsuddin As-Sumatrani (1) Teater Modern (1) Telaah Model AJ Greimas (1) Telaah Model Levi-Strauss (1) Telaah Model Roland Barthes (1) Telaah Model Todorov (1) Telaah Model V Propp (1) Telaah Pragmatik (1) Telaah Sosiologis (1) Telaah Stilistika (1) Teori Sastra (1) Teori Takmilah (1) Turiyo Ragil Putra (1)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel