-->

Menyoal Pembinaan Bahasa di Daerah

Sejak diberlakukannya PP No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemda (Provinsi) sebagai Daerah Otonom, muncul dilema dalam hal pembinaan bahasa di daerah. Sebab, PP tersebut mengisyaratkan, persoalan pembinaan bahasa daerah sepenuhnya jadi tanggung jawab Pemda, sedangkan Pemda sendiri, seperti termaktub dalam UUD 45 dan GBHN, masih dituntut bertanggung jawab atas pembinaan bahasa Indonesia. Hal ini tak mungkin diingkari karena bahasa Indonesia adalah bahasa negara yang menjadi sarana utama perhubungan seluruh masyarakat (bangsa) Indonesia.
            Diakui bahwa era otonomi daerah memberi peluang lebar bagi kesuburan bahasa (sastra) daerah. Karena Pemda punya kewenangan penuh untuk mengatur rumah tangga sendiri, dengan segala kemampuannya ia dapat menjadikan bahasa daerah tak hanya sebagai lambang identitas dan kekayaan budaya daerah, tapi dapat pula sebagai kekuatan yang boleh jadi justru menimbulkan sentimen-sentimen antar-daerah. Sebab, jika tanpa ada kerja sama lintas-daerah yang diikat oleh rasa kebersamaan dan semangat kebangsaan, jurang pemisah antara daerah kaya dan miskin akan semakin lebar dan ujung-ujungnya tentu akan terjadi disintegrasi bangsa.
            Karena itu, mumpung masih berada dalam taraf menemukan format negara-bangsa Indonesia yang tepat, yang di dalamnya terdapat beragam suku, bahasa, dan budaya, Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur fungsi/ kedudukan bahasa daerah di satu sisi harus disusun sedemikian rupa sehingga tak menyimpang dari koridor kebangsaan, dan di sisi lain tak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia. Untuk itu, perlu dicari pola keterpaduan antara Propeda (Program Pembangunan Daerah) dan Propenas (Program Pembangunan Nasional) bidang kebahasaan dan kesastraan.
            Hal tersebut perlu dilakukan secara hati-hati karena pada hakikatnya kedua program pembangunan (nasional dan daerah) itu memiliki visi, misi, dan tujuan yang berbeda-beda. Bahkan, apabila dianalisis permasalahannya, ada hal-hal yang justru saling bertentangan. Sebab, selama ini yang dinilai menghambat proses pembinaan bahasa daerah ialah adanya dominasi bahasa Indonesia (dan asing); dan sebaliknya, proses pembinaan bahasa Indonesia juga terhambat oleh adanya bermacam bahasa daerah yang masih dipegang kuat oleh masyarakat daerah. Maka, sekali lagi, perlu ada pola korelatif antara Perda dan PP, antara Propeda dan Propenas.
            Masalahnya sekarang, sampai di mana persiapan Perda yang hendak dijadikan pedoman bagi pembinaan bahasa daerah oleh masing-masing daerah? DPRD dan Pemda DIY sendiri, misalnya, belum juga berhasil menelorkan Perda (apalagi Propeda) bidang pembinaan bahasa Jawa. Padahal, era otonomi daerah telah berlangsung sejak 2001. Memang benar, Pemda DIY bekerja sama dengan beberapa instansi terkait telah menyusun draft Perda. Namun, sayangnya, sampai hari ini draft itu belum juga disahkan oleh DPRD.
            Di sisi lain, bagaimana keberadaan Politik Bahasa Nasional (PBN) seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah? Apakah masih akan memberlakukan rumusan PBN 1975 produk Orde Baru yang terkonsentrasi pada konsep persatuan dan kesatuan? Tentu saja, harapan kita, PBN perlu dirumuskan kembali sesuai kepentingan nasional tanpa menganaktirikan kepentingan daerah. Hanya saja, sampai saat ini kita juga belum tahu sampai di mana proses penyusunan Propenas bidang kebahasaan dan kesastraan Indonesia. Apakah ia masih akan terpola pada konsep “sentralisasi” ataukah akan mencoba mengakomodasi “keberagaman daerah”, itulah yang masih jadi pertanyaan.
            Ada satu persoalan yang perlu dipikirkan berkait dengan program pembangunan bidang kebahasaan yang akan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga resmi pemerintah di daerah. Lembaga seperti Balai atau Kantor Bahasa yang berdomisili di hampir seluruh provinsi di Indonesia, misalnya, selama ini merupakan “lembaga pemerintah pusat” (di bawah Pusat Bahasa) yang memiliki fungsi dan tugas ganda, yakni melakukan pembinaan bahasa dan sastra Indonesia, di samping bahasa dan sastra daerah.
            Dalam konteks yang lebih luas jelas Balai Bahasa mengemban tugas “keindonesiaan” dan tugas ini dijamin UUD 1945 (bab XV, pasal 36). Sebelum era otonomi daerah, Balai Bahasa tidak mengalami kendala karena program kerjanya bersifat nasional walau sebagian besar mata program itu berkaitan dengan aspek-aspek bahasa daerah. Namun, ketika otonomi daerah diberlakukan, muncul pertanyaan apakah Balai Bahasa tetap berpegang pada Propenas ataukah Propeda. Jika ditilik dari kepentingan nasional, lembaga ini tetap berkewajiban melaksanakan Propenas, tetapi jika dilihat dari kepentingan daerah, lembaga ini (seharusnya) juga menjadi pelaksana utama Propeda. Dan bila berpedoman pada UUD 45 dan BGHN, bagaimanapun lembaga ini tetap memiliki tugas ganda, yakni melaksanakan Propenas sekaligus Propeda. Hanya saja, sekarang muncul indikasi Balai Bahasa diposisikan bukan sebagai lembaga yang “lebih berkewajiban” melaksanakan koordinasi untuk tugas-tugas pembinaan bahasa daerah, melainkan hanya sebagai mitra kerja bagi instansi atau lembaga lain.
            Sebagai daerah otonom, sesuai PP No. 25/2000, setiap Pemda, tidak terkecuali Pemda DIY, memang berkewajiban menyusun Perda. Jika telah disetujui oleh DPRD dan telah disahkan Mendagri, Perda itu akan dijadikan pedoman bagi pelaksanaan program kerja daerah. Namun, sayang sampai hari ini Perda tentang itu belum juga kelar. Harapan kita, tentu saja, setelah Perda diundangkan, Propeda akan segera disusun dan segera dilaksanakan.
Hanya saja, satu hal perlu dicatat, karena pembangunan di bidang kebahasaan di Indonesia merupakan pembangunan yang sekaligus bersifat nasional dan lokal, program yang disusun pun mestinya berupa program yang terpadu, tidak problematis, tidak tumpang tindih, antara program nasional (Propenas) dan program daerah (Propeda). Dan dalam hal ini kita (Pemda) tidak perlu ragu lagi karena telah lahir Peraturan Mendagri No. 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. Tersurat dengan jelas bahwa Permendagri itu mewajibkan Pemda untuk bertugas ganda, yakni melakukan pembinaan dan pengembangan bahasa negara dan sekaligus bahasa daerah.***

Dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, 1 November 2001, dan dimuat ulang dalam buku Masyarakat Berkomunikasi (YB Margantoro, editor).
 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

TULISAN TERPOPULER

CARI JUGA DI LABEL BAWAH INI

Antologi Cerpen (59) Antologi Esai (53) Penelitian/Kajian Sastra (43) Antologi Puisi (40) Cerita Anak (25) Penelitian/Kajian Bahasa (25) Sastra Jawa Modern (20) Sastra Indonesia-Jogja (14) Antologi Drama (13) Budi Darma (13) Ulasan Buku (13) Kritik Sastra (12) Proses Kreatif (12) Esai/Kritik Sastra (11) Pembelajaran Sastra (11) Kamus (10) Pedoman (10) Prosiding Seminar Ilmiah (9) Antologi Features (8) Cerita Rakyat (8) Mohammad Diponegoro (8) Jurnal (7) Membaca Sastra (7) Religiusitas Sastra (7) UU Bahasa (7) Antologi Artikel (5) Bahan Ajar (5) Kongres Bahasa (5) Nilai-Nilai Budaya (5) Artikel Jurnal Internasional (4) Bahasa/Sastra Daerah (4) R. Intojo (4) Seri Penyuluhan Bahasa (4) Sistem Kepengarangan (4) Telaah Dialogis Bakhtin (4) Ahmad Tohari (3) Antologi Biografi (3) Antologi Dongeng (3) Danarto (3) Ensiklopedia (3) Gus Tf Sakai (3) Konsep Nrimo dan Pasrah (3) Korrie Layun Rampan (3) Pascakolonial (3) Penghargaan Sastra (3) AA Navis (2) Antologi Macapat (2) Dinamika Sastra (2) Festival Kesenian (FKY) (2) Film/Televisi Indonesia (2) Glosarium (2) Kuntowijoyo (2) Majalah Remaja (2) Novel Polifonik (2) Pemasyarakatan Sastra (2) Sastra Jawa Pra-Merdeka (2) Seno Gumira Adjidarma (2) Telaah Intertekstual (2) Umar Kayam (2) Abstrak Penelitian (1) Artikel Jurnal (1) BIPA (1) Bahan Ajar BIPA (1) Budaya Literasi (1) Cermin Sastra (1) Ejaan Bahasa Jawa (1) Etika Jawa (1) FBMM (1) Gerson Poyk (1) Herry Lamongan (1) Iblis (1) Iwan Simatupang (1) Jajak MD (1) Jaring Komunikasi Sastra (1) Kaidah Estetika Sastra (1) Karier Tirto Suwondo (1) Karya Tonggak (1) Kebijakan (1) Motinggo Busye (1) Muhammad Ali (1) Muryalelana (1) Novel (1) Olenka; Budi Darma; Bakhtin (1) Posisi Teks Sastra (1) Puisi Tegalan (1) Putu Wijaya (1) Salah Asuhan (1) Sastra Balai Pustaka (1) Sastra Non-Balai Pustaka (1) Sastra dan Ekonomi Kreatif (1) Sastra dan Imajinasi (1) Sastra dan ORBA (1) Sastra dlm Gadjah Mada (1) Sejarah Sastra (1) Studi Ilmiah Sastra (1) Studi Sastra (1) Syamsuddin As-Sumatrani (1) Teater Modern (1) Telaah Model AJ Greimas (1) Telaah Model Levi-Strauss (1) Telaah Model Roland Barthes (1) Telaah Model Todorov (1) Telaah Model V Propp (1) Telaah Pragmatik (1) Telaah Sosiologis (1) Telaah Stilistika (1) Teori Sastra (1) Teori Takmilah (1) Turiyo Ragil Putra (1)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel