-->

Membaca Sastra, Memahami Kehidupan

Kata para cerdik-pandai, pada hakikatnya, sastra --yang lebih berurusan dengan masalah keindahan (dan kebaikan atau kebenaran)-- merupakan “pertunjukan dalam kata-kata”. Dengan pertunjukan ini, sastra memiliki kekuatan menghibur. Dengan adanya kata-kata yang menjadi komponen pentingnya, sastra juga memiliki potensi mengajar. Pengajaran tidak mungkin berlangsung tanpa kata-kata meskipun pendidikan lebih efektif disampaikan melalui tindakan. Selain itu, sastra pada hakikatnya juga merupakan “dunia dalam kata-kata”. Cerita yang bagus, pengalaman yang menggetarkan nurani, rintihan jiwa yang menimbulkan rasa belas, semuanya terungkap dalam kata-kata (bahasa). Kekuatan bahasa-lah yang menjadikan sastra sebagai “dunia dalam kata”.
Dalam kaitan dengan itu, sastra juga merupakan seni (ber)bahasa. Sebagai seni, sastra menempatkan bahasa sebagai alat dan sekaligus sebagai bahan. Sebagai alat, bahasa berfungsi menyampaikan gagasan (ide), sedangkan sebagai bahan, bahasa berfungsi menghibur. Itulah sebabnya, berbicara tentang hakikat sastra, secara tak langsung sebenarnya telah menyinggung masalah fungsi sastra. Fungsi yang dimaksud adalah menghibur dan mengajar(kan) sesuatu. Kata para filosof, salah satunya Horace, fungsi sastra adalah menyenangkan dan berguna (dulce et utile) bagi hidup.
Mengingat betapa penting hakikat dan fungsi sastra, betapa penting pula kita (manusia) membaca karya sastra. Sebab, dengan membaca sastra, berarti kita membaca sekaligus memahami kehidupan. Dengan memahami kehidupan, kita akan dapat memilih atau mengambil sikap (baik/buruk) dalam menghadapi kehidupan itu. Karena karya sastra mengandung sesuatu yang bermakna, yang oleh para ahli disebut moral, atau nilai, perlulah kita menempatkan sastra sebagai sesuatu yang berharga. Untuk itu, marilah, mulai saat ini, kita berusaha membaca sastra, mengapresiasi sastra, mengakrabi sastra, dan yang tidak kalah penting, mengajarkan (kepada siapa pun) membaca sastra. Sebab, dari sastra, kita tidak hanya akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman, tapi juga akan mampu menyikapi dan menilai kekuatan dan kelemahan kita.
          Membaca, mengapresiasi, dan sekaligus mengakrabi sastra itu berlangsung sebagai sebuah proses atau kegiatan yang mencakupi: memahami, menikmati, dan menghayati. Tiga kegiatan tersebut berlangsung serempak dan tanpa ada pemisahan yang tegas. Hanya saja, kalau kita harus mengambil langkah, tiga hal tersebut merupakan suatu proses berkelanjutan. Memahami, sebagai sebuah proses awal, berarti memahami bahasa karya sastra. Sebab, pertama-tama, bahasa-lah yang kita hadapi. Penguasaan atas bahasa teks sastra merupakan modal utama untuk memasuki lebih jauh dunia dalam kata-kata. Tanpa penguasaan bahasa, tidak mungkin kita mengapresiasi sastra. Pemahaman struktur puisi (irama, bunyi, gaya, kosakata, kalimat, dll.), misalnya, atau struktur prosa (tokoh, alur, latar, gaya, dll.), juga hanya dapat dilakukan melalui bahasa. Maka, sampai di sini, mau tak mau, kita harus juga belajar bahasa.
          Menikmati merupakan proses lanjut dari memahami. Artinya, setelah memahami struktur lewat bahasa (teks sastra), konsep-konsep abstrak yang ada di dalam teks sastra lebih dikonkretkan. Karena itu, penikmatan puisi, misalnya, menyangkut timbulnya rasa senang atau sedih. Katakanlah, kita merasa senang setelah “mendengarkan” bunyi-bunyi atau irama dalam teks karena bunyi atau irama itu membawa gambaran angan (imaji) yang jelas dan hidup. Untuk prosa, misalnya, kita mungkin akan merasa senang setelah membayangkan jalinan peristiwa (alur) cerita yang penuh ketegangan. Kita juga akan merasa senang setelah membayangkan pertemuan dua tokoh yang terlibat dalam percintaan atau berseteru memperebutkan sesuatu yang bermakna dalam hidup.
          Sebagai proses lanjut, menghayati berkaitan dengan penemuan nilai-nilai (moral) hidup yang berguna dan bermanfaat bagi upaya memperluas wawasan, mempertajam pikiran, dan menghaluskan budi (dan hati nurani). Pada tahap penghayatan itulah yang menjadikan sebuah karya sastra dinyatakan bermanfaat atau tidak. Yang diharapkan akan diperoleh dari penghayatan sastra itu bisa saja berupa informasi kesejarahan, keilmuan, atau pesan dan ajaran (moral, sosial, religius, dll.). Dan beragam informasi inilah yang, pada akhirnya, akan membawa kita pada proses seleksi dan evaluasi terhadap hidup kita.
       Maka, akhirnya, sekali lagi, marilah, mulai hari ini kita (semua) membaca, menikmati, menghayati, dan mengajarkan (mendidik) kepada siapa saja untuk membaca, menikmati, dan menghayati karya sastra. Sebab, pada hakikatnya, membaca sastra tidak lain adalah membaca kehidupan. Membaca kehidupan tidak lain adalah mengevaluasi hidup kita. Dengan mengevaluasi hidup kita berarti kita akan tahu apakah hidup kita ini berarti atau tidak. Nah, dengan mambaca sastra mudah-mudahan hidup kita menjadi (lebih) berarti. ***
 Dimuat Bernas Jogja, 22 Maret 2013.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

TULISAN TERPOPULER

CARI JUGA DI LABEL BAWAH INI

Antologi Cerpen (59) Antologi Esai (53) Penelitian/Kajian Sastra (43) Antologi Puisi (40) Cerita Anak (25) Penelitian/Kajian Bahasa (25) Sastra Jawa Modern (20) Sastra Indonesia-Jogja (14) Antologi Drama (13) Budi Darma (13) Ulasan Buku (13) Kritik Sastra (12) Proses Kreatif (12) Esai/Kritik Sastra (11) Pembelajaran Sastra (11) Kamus (10) Pedoman (10) Prosiding Seminar Ilmiah (9) Antologi Features (8) Cerita Rakyat (8) Mohammad Diponegoro (8) Jurnal (7) Membaca Sastra (7) Religiusitas Sastra (7) UU Bahasa (7) Antologi Artikel (5) Bahan Ajar (5) Kongres Bahasa (5) Nilai-Nilai Budaya (5) Artikel Jurnal Internasional (4) Bahasa/Sastra Daerah (4) R. Intojo (4) Seri Penyuluhan Bahasa (4) Sistem Kepengarangan (4) Telaah Dialogis Bakhtin (4) Ahmad Tohari (3) Antologi Biografi (3) Antologi Dongeng (3) Danarto (3) Ensiklopedia (3) Gus Tf Sakai (3) Konsep Nrimo dan Pasrah (3) Korrie Layun Rampan (3) Pascakolonial (3) Penghargaan Sastra (3) AA Navis (2) Antologi Macapat (2) Dinamika Sastra (2) Festival Kesenian (FKY) (2) Film/Televisi Indonesia (2) Glosarium (2) Kuntowijoyo (2) Majalah Remaja (2) Novel Polifonik (2) Pemasyarakatan Sastra (2) Sastra Jawa Pra-Merdeka (2) Seno Gumira Adjidarma (2) Telaah Intertekstual (2) Umar Kayam (2) Abstrak Penelitian (1) Artikel Jurnal (1) BIPA (1) Bahan Ajar BIPA (1) Budaya Literasi (1) Cermin Sastra (1) Ejaan Bahasa Jawa (1) Etika Jawa (1) FBMM (1) Gerson Poyk (1) Herry Lamongan (1) Iblis (1) Iwan Simatupang (1) Jajak MD (1) Jaring Komunikasi Sastra (1) Kaidah Estetika Sastra (1) Karier Tirto Suwondo (1) Karya Tonggak (1) Kebijakan (1) Motinggo Busye (1) Muhammad Ali (1) Muryalelana (1) Novel (1) Olenka; Budi Darma; Bakhtin (1) Posisi Teks Sastra (1) Puisi Tegalan (1) Putu Wijaya (1) Salah Asuhan (1) Sastra Balai Pustaka (1) Sastra Non-Balai Pustaka (1) Sastra dan Ekonomi Kreatif (1) Sastra dan Imajinasi (1) Sastra dan ORBA (1) Sastra dlm Gadjah Mada (1) Sejarah Sastra (1) Studi Ilmiah Sastra (1) Studi Sastra (1) Syamsuddin As-Sumatrani (1) Teater Modern (1) Telaah Model AJ Greimas (1) Telaah Model Levi-Strauss (1) Telaah Model Roland Barthes (1) Telaah Model Todorov (1) Telaah Model V Propp (1) Telaah Pragmatik (1) Telaah Sosiologis (1) Telaah Stilistika (1) Teori Sastra (1) Teori Takmilah (1) Turiyo Ragil Putra (1)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel