-->

Masa Depan Bahasa Indonesia (Catatan Budaya KR)

Kita yakin bahwa di masa-masa mendatang nasib Bahasa Indonesia akan lebih baik. Sebab, bahasa pemersatu bangsa (sejak 1928) yang telah resmi menjadi bahasa negara (sejak 1945) itu kini telah memiliki payung hukum yang sah, yakni UU No. 24 Tahun 2009. Memang UU itu tidak hanya mengatur bahasa, tetapi juga bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan. Namun, karena UU itu telah disahkan Presiden pada 9 Juli 2009, berarti sejak itu seluruh warga negara Indonesia wajib mematuhinya. Dulu kita bisa bebas untuk tidak bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, tetapi kini tidak lagi demikian karena sebagai warga yang hidup di negara hukum kita wajib mematuhi hukum, termasuk mematuhi UU No 24/2009 yang, antara lain, mengatur penggunaan bahasa Indonesia.
          Bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia (BI) diatur dalam UU No 24 dan apa kewajiban kita? Dinyatakan dalam UU itu bahwa BI wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan (pasal 26) dan dalam dokumen resmi (surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan) negara (pasal 27). Sementara, BI juga wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara di dalam dan atau di luar negeri (pasal 28). Kecuali, untuk forum resmi internasional di luar negeri, negara yang bersangkutan telah menetapkan penggunaan bahasa tertentu.
          Dalam pasal 29 diatur bahwa BI wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Tetapi, jika untuk tujuan tertentu, pendidikan dapat menggunakan bahasa asing. Bahkan, kewajiban itu tak berlaku bagi satuan pendidikan asing. Sementara, BI wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan (pasal 30). BI wajib pula digunakan dalam surat perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah, lembaga swasta atau perseorangan WNI (pasal 31). Jika melibatkan pihak asing, perjanjian ditulis juga dalam bahasa asing dan atau bahasa Inggris.
Pasal 32 mengatur bahwa BI wajib digunakan dalam forum nasional atau internasional di Indonesia dan dapat pula dalam forum internasional di luar negeri. Sementara pasal 33 mengatur bahwa BI wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. Jika ada pegawai negeri atau karyawan swasta yang belum mampu berbahasa Indonesia, mereka wajib mengikuti pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.
BI wajib digunakan dalam laporan tiap lembaga/perseorangan kepada instansi pemerintah (pasal 34). BI juga wajib digunakan dalam penulisan karya/publikasi ilmiah di Indonesia (pasal 35). Tetapi, jika ada tujuan khusus, publikasi itu dapat menggunakan bahasa daerah/asing. Penamaan geografi juga wajib menggunakan bahasa Indonesia (pasal 36) dan hal itu berlaku pula untuk penamaan bangunan, gedung, jalan, apartemen, permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi milik warga negara atau badan hukum Indonesia. Tetapi, jika bernilai sejarah, budaya, adat istiadat, atau keagamaan, penamaan itu dapat menggunakan bahasa daerah/asing.
Hal serupa berlaku untuk informasi produk barang/jasa dalam/luar negeri di Indonesia (pasal 37). Namun, jika diperlukan, dapat dilengkapi bahasa daerah/asing. Sementara penunjuk jalan, rambu, fasilitas, spanduk, dll yang berupa pelayanan umum wajib menggunakan BI (pasal 38). Tetapi, bila diperlukan, dapat disertai bahasa daerah/asing. Hal yang sama berlaku untuk informasi via media massa (pasal 39). Hanya, jika ada tujuan khusus, dapat menggunakan bahasa daerah/asing. Demikian ketentuan penggunaan BI seperti yang dimaksud pasal 26--39. Hanya saja, semua ini masih akan diatur dalam Peraturan Presiden (pasal 40).
          Lalu bagaimana UU ini mengatur upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan BI? Pasal 41 mengatur bahwa pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa/sastra agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sesuai perkembangan zaman. Upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan itu dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
          Sementara, untuk Bahasa Daerah, pasal 42 mengatur bahwa Pemda wajib mengembangkan, membina, dan melindunginya agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan sesuai perkembangan zaman dan tetap menjadi bagian kekayaan budaya Indonesia. Upaya itu juga dilakukan secara bertahap, sistematis, berkelanjutan oleh Pemda di bawah koordinasi lembaga kebahasaan. Sama seperti ketentuan untuk BI, ketentuan untuk Bahasa Daerah juga masih akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Selain itu, seperti diatur pasal 43, Pemerintah dapat memfasilitasi WNI yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa.
          Pertanyaan yang muncul kemudian ialah, mampukah BI menjadi bahasa internasional? Kalau dilihat jumlah penuturnya, BI termasuk kelompok bahasa yang memiliki jumlah penutur besar sehingga tak mustahil BI akan mampu menjadi sarana komunikasi antarbangsa. Peluang inilah yang mendukung upaya pemerintah (melalui pasal 44 UU ini) untuk meningkatkan fungsi BI menjadi bahasa internasional. Hal ini didukung pula oleh adanya berbagai perguruan tinggi di luar negeri (Amerika, Eropa, Asia Tenggara, Timur Tengah) yang membuka jurusan Bahasa Indonesia dan lembaga BIPA. Bahkan di Perth Australia telah berdiri Balai Bahasa.
          Kalau dicermati di setiap pasalnya, terutama pasal 26—39 tentang penggunaan bahasa Indonesia oleh warga negara Indonesia, tertera dengan jelas bahwa kata-kata “wajib” menjadi kata-kata dominan sehingga mau tak mau kita harus mendahulukan penggunaan bahasa Indonesia daripada bahasa asing atau daerah. Walau di dalam UU ini tidak ada ketentuan mengenai pidana bagi para pelanggarnya, ketentuan “wajib” ini diharapkan di masa depan bahasa Indonesia lebih diapresiasi secara positif sehingga tak lagi beralasan jika orang lebih berbangga menggunakan bahasa asing. Hanya saja, memang, semua ini akan bisa berhasil dengan baik jika ada dukungan dari semua pihak yang dilandasi rasa nasionalisme dan kebangsaan yang kuat. ***
 Dimuat Kedaulatan Rakyat, 15 November 2009.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

TULISAN TERPOPULER

CARI JUGA DI LABEL BAWAH INI

Antologi Cerpen (59) Antologi Esai (53) Penelitian/Kajian Sastra (43) Antologi Puisi (40) Cerita Anak (25) Penelitian/Kajian Bahasa (25) Sastra Jawa Modern (20) Sastra Indonesia-Jogja (14) Antologi Drama (13) Budi Darma (13) Ulasan Buku (13) Kritik Sastra (12) Proses Kreatif (12) Esai/Kritik Sastra (11) Pembelajaran Sastra (11) Kamus (10) Pedoman (10) Prosiding Seminar Ilmiah (9) Antologi Features (8) Cerita Rakyat (8) Mohammad Diponegoro (8) Jurnal (7) Membaca Sastra (7) Religiusitas Sastra (7) UU Bahasa (7) Antologi Artikel (5) Bahan Ajar (5) Kongres Bahasa (5) Nilai-Nilai Budaya (5) Artikel Jurnal Internasional (4) Bahasa/Sastra Daerah (4) R. Intojo (4) Seri Penyuluhan Bahasa (4) Sistem Kepengarangan (4) Telaah Dialogis Bakhtin (4) Ahmad Tohari (3) Antologi Biografi (3) Antologi Dongeng (3) Danarto (3) Ensiklopedia (3) Gus Tf Sakai (3) Konsep Nrimo dan Pasrah (3) Korrie Layun Rampan (3) Pascakolonial (3) Penghargaan Sastra (3) AA Navis (2) Antologi Macapat (2) Dinamika Sastra (2) Festival Kesenian (FKY) (2) Film/Televisi Indonesia (2) Glosarium (2) Kuntowijoyo (2) Majalah Remaja (2) Novel Polifonik (2) Pemasyarakatan Sastra (2) Sastra Jawa Pra-Merdeka (2) Seno Gumira Adjidarma (2) Telaah Intertekstual (2) Umar Kayam (2) Abstrak Penelitian (1) Artikel Jurnal (1) BIPA (1) Bahan Ajar BIPA (1) Budaya Literasi (1) Cermin Sastra (1) Ejaan Bahasa Jawa (1) Etika Jawa (1) FBMM (1) Gerson Poyk (1) Herry Lamongan (1) Iblis (1) Iwan Simatupang (1) Jajak MD (1) Jaring Komunikasi Sastra (1) Kaidah Estetika Sastra (1) Karier Tirto Suwondo (1) Karya Tonggak (1) Kebijakan (1) Motinggo Busye (1) Muhammad Ali (1) Muryalelana (1) Novel (1) Olenka; Budi Darma; Bakhtin (1) Posisi Teks Sastra (1) Puisi Tegalan (1) Putu Wijaya (1) Salah Asuhan (1) Sastra Balai Pustaka (1) Sastra Non-Balai Pustaka (1) Sastra dan Ekonomi Kreatif (1) Sastra dan Imajinasi (1) Sastra dan ORBA (1) Sastra dlm Gadjah Mada (1) Sejarah Sastra (1) Studi Ilmiah Sastra (1) Studi Sastra (1) Syamsuddin As-Sumatrani (1) Teater Modern (1) Telaah Model AJ Greimas (1) Telaah Model Levi-Strauss (1) Telaah Model Roland Barthes (1) Telaah Model Todorov (1) Telaah Model V Propp (1) Telaah Pragmatik (1) Telaah Sosiologis (1) Telaah Stilistika (1) Teori Sastra (1) Teori Takmilah (1) Turiyo Ragil Putra (1)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel